Langsung ke konten utama

Melanjutkan Kembali Terapi Bioresonansi untuk Alergi (3)

tikacerita.com,- Setelah baca tulisanku yang ini, banyak yang nanya gimana hasilnya dengan terapiku? Beneran bisa sembuhkah semua alergiku?





Yah, dengan malu kuakui, aku sempat berhenti setelah terapi sekitar 2 bulan. (Itupun nggak rutin).

Alasannya klasik sih: dana. Waktu itu dengan biaya 150 ribu sekali terapi dan harus terapi seminggu sekali, rasanya berat banget. Padahal waktu nulis ini, aku semangat banget buat nerusin terapi sampai semua alergiku sembuh. Eh, beberapa minggu kemudian, aku menyerah. Banyak kebutuhan lain yang lebih perlu biaya daripada menguras dompet demi alergi. Tetapi beberapa minggu terakhir ini, hampir tiap hari aku kembali mengandalkan inhaler (yang sempat menganggur lama) demi mengatasi asmaku yang kambuh beberapa kali dalam sehari.

This is not good...

Akhirnya, setelah mempertimbangkan bahwa kondisiku sudah dalam tahap sangat perlu disembuhkan (aku seperti kehilangan tenaga di hari-hari kambuh asma), memutuskan untuk kembali terapi.


Dengan sisa-sisa tenaga, naik motor pelan-pelan dari rumah ke RSIA, aku mendaftar untuk ikut terapi lagi. Nggak disangka, ternyata biaya terapinya naik (huwaaaaaa), jadi 250 ribu sekali terapi. Ya ampun... 150 ribu aja rasanya udah mahal, ini malah naik. Rasanya jadi nyesel kenapa dulu nggak diselesaikan dulu aja terapinya sebelum biaya naik.


Ya sudahlah, demi kesembuhan, kubayar juga...


Terapinya masih dengan cara yang sama, lempengan yang diletakkan di dada dan perut, juga 2 buah bola logam yang digenggam. Aku juga masih tetap tidur dengan nyenyak saat terapi. Lha wuenak hareee... Pokoknya tiap kali habis terapi, aku harus mengumpulkan nyawa kembali sebelum menyetir pulang.


Setelah terapi, aku sempat ngobrol dengan seorang kerabat via WA. Dulu setelah aku rekomendasikan terapi ini untuk anaknya, ternyata dia melakukannya dan rutin. Anak keduanya, harus 10x kali terapi dan sekarang sudah sembuh sama sekali. Sedangkan anak pertamanya, seharusnya 20x terapi, tetapi setelah terapi ke 10, telat terapi seminggu, ternyata harus mulai dari 0 lagi. Lah, pantesan aku nggak sembuh-sembuh. Terapinya harus rutin seminggu sekali dan nggak boleh telat.

Waktu aku kontak dr. Satra, apa benar terapi seminggu sekali harus rutin, kalau nggak rutin harus ngulang dari awal? Kata beliau sebaiknya begitu. Walah, kok nggak tegas begini ya jawabannya? Apa sungkan jika terkesan memaksa? Tapi kan orang pinginnya sembuh. Kalau hasil terapinya percuma hanya karena nggak tahu kalau harusnya nggak boleh telat, kan rugi. Mahal lagi. Rugi banget kalau harus ngulang lagi.

Sekarang yang perlu aku pikirkan adalah biayanya. Dengan 54 jenis alergen, aku nggak tahu butuh berapa lama buatku bisa sembuh total. Kalau Mbak Linda Gunawan (seperti yang disampaikannya di komentar tulisanku sebelum ini) butuh 7 bulan untuk terapi 19 jenis alergen, berapa lama yang bakal aku butuhkan?


Sayangnya, nggak ada penjelasan yang pasti dari dokternya tentang berapa lama aku harus terapi, Ini berbeda dengan RS di Jakarta yang dipilih kerabatku untuk terapi anaknya. Katanya, di sana sudah ditentukan sejak pertama kali tes, harus berapa kali terapi untuk sembuh.


Yah, doakan aku ya permisah, semoga Allah kasih rejeki yang mengalir untuk terapiku... 


Komentar

  1. Anakku sudah 3 bulan ini menjalani terapi Bio E. Alhamdulillah hasilnya memuaskan. Terapinya rutin seminggu sekali, kalau kata perawatnya sih paling lama jangka terapinya 2 minggu. Klau sudah lebih dari 2 minggu, tidak harus dari 0 lagi , tetapi musti seperti terapi yang pertama kali itu (mengenalkan alat ke tubuh pasien), selanjutnya ya tinggal ngelanjutin terapinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh ternyata beda-beda ya penjelasannya. Tapi bener kok setelah aku jalani terapi lagi, untuk zat yang sudah pernah diterapikan, emang gak balik alergi lagi. Jadi intinya memang melanjutkan.
      Makasih komennya, semoga bisa sembuh total.

      Hapus

Posting Komentar

Haii, salam kenal. Terima kasih sudah berkunjung. Silakan komentar di sini yaa.

Postingan populer dari blog ini

Tips Traveling Hemat ala Low Budget Traveler

tikacerita.blogspot.com;- Traveling dengan anggaran rendah alias low budget bukanlah tugas yang sulit jika kita tahu trik dan tips berhemat. Meskipun  mungkin ada yang berpikir bahwa jalan-jalan dengan hemat artinya naik sepeda dari lokasi satu ke lokasi lain, tidur di tenda, dan memakan makanan instan, kenyataannya adalah, kita bisa menikmati perjalanan yang menyenangkan dengan anggaran terbatas.  Nah, sebagai low budget traveler , di sini ada beberapa tips dan trik yang ingin aku bagikan untuk traveling dengan hemat yang akan memungkinkan kalian mengejar petualangan tanpa harus menguras tabungan. 1. Rencanakan dan Riset dengan Cermat Langkah pertama untuk traveling dengan hemat adalah bikin planning alias rencana. Mulailah dengan merinci tujuan perjalanan kalian, lama perjalanan, dan aktivitas yang ingin dilakukan. Setelah kalian memiliki gambaran tentang pengalaman yang diinginkan, kalian dapat memulai riset.  Dengan rencana yang baik, kalian dapat menghindari pe...

Wisata Kuliner di Semarang: Dari Bakmi Jawa hingga Es Pankuk

tikacerita.com,- Sejak tahu kalau harga go show kereta jarak dekat itu lumayan murah, aku jadi ketagihan buat jalan-jalan dan wisata kuliner ke kota-kota yang sebelumnya belum pernah kukunjungi. Rasanya aneh banget aku udah pernah ke Malaysia , Singapura dan Thailand tapi ke Semarang yang ibukota provinsi tetangga aja belum pernah. (Iya iyaa silakan timpuk siniii). Iya sih, memang sebelum pandemi, harga tiket pesawat ke negara-negara tetangga tersebut kadang-kadang lebih murah daripada negeri sendiri, sampai-sampai orang Surabaya banyak yang lebih memilih liburan ke sana daripada ke Labuan Bajo atau Raja Ampat misalnya, yang memang biayanya nggak ringan. Namun setelah pandemi, harga tiket pesawat kembali ke harga wajar sehingga kita yang kantongnya pas-pasan ini harus berpikir dua kali kalau mau berlibur ke luar negeri sehingga lebih memilih liburan di dalam negeri aja. (Iya silakan kalau mau timpuk lagi -_-) Sebelumnya aku sudah menulis rekomendasi kuliner di Madiun  dan pengal...

Seni Tani, Gerakan Kemandirian Ekonomi dan Kebangkitan Mental

tikacerita.com ,- Sejak pandemi melanda dunia, isu kesehatan mental cukup banyak mendapat perhatian masyarakat. Sebagai orang yang masih berjuang dengan kondisi ini (bisa baca cerita dan pembahasanku tentang mental illness di sini  dan di sini ), aku selalu merasa relate setiap kali mendengar atau membaca kisah-kisah orang lain tentang perjuangan mereka hidup dengan penyakit mental. Setiap ada berita tentang orang yang mengakhiri hidupnya atau berusaha mengakhiri hidupnya, aku merasa seperti sedang berada di dalam sepatunya. Kalian yang telah menjadi pembaca blog ini sejak lama maupun mutualku di media sosial pasti juga tahu seberapa seringnya aku mengangkat tema ini di dalam status dan postinganku, terutama di Instagram .  Saat pandemi Covid-19, Unicef mengadakan survey pada tahun 2020 dan menemukan fakta bahwa pembatasan aktivitas akibat Covid-19 telah mengakibatkan perubahan secara mendadak pola hidup remaja dan mengganggu kesehatan mental remaja. Menurut Indonesia-National...